Berbicara tentang pangan, khususnya bahan pokok, kebanyakan dari kita langsung terpikir beras. Sejak era 80-an, pemerintah gencar mendorong penanaman padi di seluruh Indonesia, menjadikan beras sebagai bahan pokok utama. Namun, dominasi beras ini berdampak pada berkurangnya keberagaman pangan lokal di berbagai daerah. Salah satu yang terdampak adalah sorgum, yang mulai tergeser perannya.
Nissa Wargadipura, pegiat pangan dari Terminal Benih, menyatakan bahwa sorgum sebenarnya tumbuh di hampir semua wilayah Indonesia. Namun, penggalakan beras membuat sorgum hanya dikenal sebagai pakan ternak di Nusa Tenggara Timur (NTT). “Sebenarnya, semua pangan itu untuk manusia, bukan hanya ternak,” ujar Nissa kepada Greeners.
Menurutnya, sorgum tidak memerlukan perawatan rumit dan lebih hemat air dibanding padi. Selain itu, sorgum tahan terhadap berbagai kondisi iklim. Tanaman ini bisa tumbuh di daerah kering seperti NTT maupun daerah basah seperti Jawa. “Sorgum akan sangat bagus jika ditanam di Jawa,” tambah Nissa, yang juga mengelola Pesantren At Thaariq di Garut.
Sorgum juga memiliki kandungan gula lebih rendah dibanding padi, menjadikannya pilihan ideal bagi penderita diabetes. Mengingat Indonesia termasuk lima besar negara dengan jumlah penderita diabetes tertinggi di dunia, sorgum berpotensi menjadi alternatif pangan yang lebih sehat.
Sejak awal tahun ini, Nissa aktif menanam sorgum dan menegaskan bahwa tanaman ini tidak seharusnya dipinggirkan. Dari segi ekonomi dan nutrisi, sorgum memiliki potensi besar sebagai pengganti nasi. Selain itu, sorgum dapat diolah menjadi berbagai makanan, seperti bubur dan roti.
Nissa menyoroti maraknya impor beras yang seharusnya dapat dikurangi dengan membudidayakan sorgum. “Kita perlu mulai mengubah pola makan dalam keseharian,” tutupnya.