Edusorgum

Temukan berbagai artikel edukasi menarik yang kami tawarkan untuk memenuhi kebutuhan Anda.

Kebijakan dan Program Pengembangan Sorgum di Indonesia

Created at:

30-12-2022

Selain beras, sumber makanan pokok di Indonesia cukup beragam, seperti jagung, sagu, dan ubi. Sorgum, tanaman rumput-rumputan yang masih berkerabat dengan padi dan jagung, menjadi alternatif pangan potensial. Dengan kandungan gizi tinggi, sorgum cocok sebagai substitusi beras dalam diversifikasi pangan yang dicanangkan pemerintah Indonesia.


Perang Rusia-Ukraina berdampak pada tekanan internasional, termasuk menahan impor gandum ke Indonesia, terutama dari Ukraina dan India. Berdasarkan data BPS 2021, impor gandum mencapai 11,6 juta ton. Pengembangan sorgum lokal menjadi peluang untuk mengurangi ketergantungan pada impor gandum.


Untuk mengembangkan sorgum secara optimal, ketersediaan benih unggul bersertifikat sangat diperlukan. Saat ini, benih sorgum rata-rata masih pada kelas Benih Penjenis (BS), sehingga perlu penangkaran untuk menghasilkan Benih Dasar (BD), Benih Pokok (BP), dan Benih Sebar (BR). Pemerintah pun menyusun skenario pemenuhan kebutuhan benih untuk tahun 2023.


Roadmap Sorgum 2022-2024


Tujuan utama pengembangan sorgum adalah sebagai sumber Food (makanan), Feed (pakan ternak), dan Fuel (bioetanol). Pada 2022, alokasi awal pertanaman sorgum seluas 15.000 hektare dikurangi menjadi 4.600 hektare karena Automatic Adjustment (AA). Untuk 2023, pemerintah mengajukan alokasi 100.000 hektare melalui ABT 2023 dan 15.000 hektare reguler.


Kendala dan Permasalahan


Beberapa kendala dalam budidaya sorgum mencakup ketersediaan benih bersertifikat yang terbatas, pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) serta pascapanen yang belum optimal, dan kurang intensifnya pendampingan petugas. Selain itu, belum ada rekomendasi varietas yang sesuai dengan kebutuhan off-taker.


Solusi dan Rekomendasi


Pemerintah memberikan beberapa rekomendasi untuk mengatasi kendala tersebut:



  • Penangkaran benih sorgum di wilayah masing-masing untuk memenuhi kebutuhan secara in situ.

  • Koordinasi dengan BPTPH dan BPSB untuk pengendalian OPT dan penanganan pascapanen benih.

  • Pelatihan intensif oleh penyuluh bersama BPSDMP dan BPSB setempat.

  • Sosialisasi kepada Dinas Kabupaten, Gapoktan, dan Poktan terkait pengembangan sorgum.

  • Bimbingan teknis (bimtek) bersama BPTP dan BPSB serta pengumpulan data varietas yang dibutuhkan off-taker.


Oleh: Indra Rochmadi, M.Si (PMHP Ahli Madya, Ditjen Tanaman Pangan)


Sumber